Kamis, 21 November 2019
HARI IBU ; APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?
Ibu adalah sosok makhluk yang paling berjasa atas keberadaan kita di
dunia ini setelah ayah. Tidak terhitung berapa kali beliau sakit karena
mengurus kita dan berapa kali juga kita telah menguras air mata beliau atas
tingkah laku yang diperbuat. Mulai dari mengandung, menyusui, menggendong,
memandikan, membesarkan, dan memberikan pendidikan pertama (al-madrosatul ula).
Beliau sama sekali tidak memperhitungkannya saat renta dan kita sudah dewasa.
Beliau tidak pernah meminta balas budi dari anaknya dan tidak pula merasa rugi
telah membesarkan walau terkadang banyak anak yang lupa pada kebaikan ibunya. Naudzubillah,
sungguh dosa yang amat besar ketika anak lupa pada kebaikan kedua orang tuanya.
Lebih-lebih pada ibu yang telah mengandungnya.
Tidak
sedikit ayat atau hadits nabi yang menyinggung tentang kewajiban anak untuk
patuh pada kedua orang tuanya. Bahkan beberapa hadits menyebutkan secara khusus
tentang “kedudukan” seorang ibu. Maksud kedudukan ini adalah bahwa ibu harus
lebih didahulukan dalam segala hal daripada yang lain, termasuk ayah. Ibu tetap menjadi number one.
Diantara hadits tersebut adalah riwayat dari Abu Hurairah ra :
قال رجل: يا رسول الله، أي الناس أحق مني بحسن الصحبة؟ قال: (أمك).
قال: ثم من؟ قال: (أمك). قال: ثم من؟ قال: (أمك). قال: ثم من؟ قال: (أبوك).
Bahwa ada seorang laki-laki yang
bertanya pada nabi perihal siapa yang paling berhak untuk digauli dengan sebaik
mungkin? Nabi Muhammad Saw. Menjawab : Ibumu. Diulang lagi pertanyaan tersebut
dan jawabanya tetap “ibumu” hingga tiga kali yang jawabannya tetap ibumu hingga
yang terakhir kali adalah “ayahmu”. Ini menandakan betapa besar pengorbanan ibu
demi kehadiran kita ke alam dunia. Tentunya hadits ini bukan bermaksud untuk
mengesampingkan peran seorang ayah. Akan tetapi bagaimanapun tidak yang lebih banyak
berjuang bahkan sampai mempetaruhkan nyawa adalah seorang ibu.
Banyak
cara yang dapat kita lakukan untuk berbakti pada kedua orang tua. Salah satunya dengan cara mengikuti dan menjalankan
semua perintahnya selama tidak menyuruh perkara maksiat, Mengedepankan perintah
keduanya dibandingkan ibadah sunnah. Bahkan kita mungkin sudah familiar
dengan kisah Sayyidina Juraij yang difitnah telah berzina karena
doa ibunya yang kesal saat ia dipanggil
namun tidak menanggapi. Padahal beliau waktu itu dalam keadaan sholat sunnah.
Dalam artian utamakan panggilan orang tua dibandingkan sholat sunnah atau
ibadah sunnah yang lain.,
Juga kita harus menjahui larangannya,
menafkahi keduanya, dan sangat mengedepankan perhatian pada keduanya
dibandigkan yang lain walaupun pada istri atau suami kita. Kita tahu cerita
nyata Sahabat Al-Qomah yang hampir mati tidak membawa iman karena telah membuat
kesal ibunya. Walaupun sebenarnya sahabat Al-Qomah tidaklah melakukan kesalahan
yang sangat fatal pada orang tuanya. Beliau seperti itu karena sedikit lebih
memperhatikan istrinya sehingga sang ibu
merasa sakit hati dan mendoakan yang kurang baik baginya.
Juga
kita hendaknya berakhlaq mulia pada keduanya (berbahasa yang baik : Madura,
Aparpesan), tidak menyaringkan suara di depan keduanya, tidak memanggil
keduanya dengan sebutan nama (sangat baik sekali tradisi orangmadura yang
memanggil dengan sebutan nama anak yang tertua), tidak mendahului keduanya saat berjalan, bersabar diri
atas semua perlakuan atau perkataan keduanya yang kurang nyaman pada kita.
Selain ini masih banyak yang dapat kita lakukan sebagai bukti bakti kita pada
kedua orang tua. Utamanya pada seorang ibu.
Mari
kita merenung sejenak, berapa kali kita sudah menyakiti hati orang tua?, seberapa sering kita selalu
mengesampingkan keduanya?, lantas, apa saja yang telah kita perbuat untuk
keduanya sebagai rasa terimakasih walaupun tidak akan pernah bisa membalas
kebaikan yang seimbang pada keduanya? Sungguh perintah berbuat baik pada kedua
orang tua dalam Al-Quran bersamaan dengan perintah beribadah kepada Allah SWT. (وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا) dan perintah
berterimakasih pada keduanya bersamaan dengan perintah bersyukur
pada Allah SWT. (أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ). Ini
menandakan keutamaan berbuat baik pada kedua orang tua sehingga Allah SWT. menyandingkannya
dengan kewajiban makhluk untuk menyembah
dan bersyukur pada-Nya.
Terakhir,
cukup Legenda Malin Kundang sebagai contoh dari masa lalu. Kisah tersebut tidak
perlu kita perbaharui. Naudzubillah. Cukup jadikan contoh yang tak perlu
ditiru dan sebagai pengingat diri. Semoga kedua orang tua kita selalu dalam limpahan rahmat-Nya.
Aamiin.
Mambaul Ulum Ganding,
22 Desember 2017
Empat Syarat Air Dikatakan Musta’mal
Air adalah salah satu alat bersuci yang paling utama. Sungguh,
air merupakan kenikmatan yang sangat patut disyukuri. “alhamdulillahi
ja’alal ma’a thohuron”. Dengan air kita mandi, kita minum, kita mencuci,
dan kita bertani. Selain alat bersuci, aiar merupakan sumber kehidupan manusia
dan akhluk hidup lainnya di muka bumi. Allah Swt. berfirman:
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (QS.
Al-Anbiya (21) : 30)
Akan tetapi tidak semua air bisa dijadikan alat untuk
bersuci. Salah satunya adalah air musta’mal. Air musta’mal adalah
air yang digunakan untuk bersuci (wudu’, mandi) atau menghilangkan najis dan
volumenya tidak sampai dua qullah.
Imam Muhammad Nawawi Al-Banteni menjelaskan dalam kitabnya, Tausyikh
‘Ala Ibni Qosim, bahwa air musta’mal itu adalah,
اَلْمَاءُ الْقَلِيْلُ الْمُسْتَعْمَلُ
فِيْ رَفْعِ حَدَثٍ وَهُوَ مَاءُ الْمَرَّةِ الْاُوْلَى فِيْ وُضُوْءٍ وَاجِبٍ
اَوْ غُسْلٍ كَذَلِكَ اَوْ اِزَالَةِ نَجَسٍ وَلَوْ مَعْفُوًّا عَنْهُ
Al-ma’ul qolilul musta’malu fi rof’I hadatsin wahuwa
ma’ulmarrotil ula fii wudu’in wajibin aw ghuslin kadzalika aw izalati najasin
walau ma’fuwwan ‘anhu.
Air musta’mal adalah air sedikit yag sudah dipakai untuk
menghilangkan hadats pada basuhan pertama dalam wudu’ atau mandi wajib, atau
digunakan untuk menghilangkan najis walaupun najis yang dima’fu.
Jadi, menurut beliau air dikatakan musta’mal ketika
tidak sampai dua qullah. Dalam artian ketika samapai dua qullah,
maka tidak bisa dikatakan musta’mal. Air dikatakan musta’mal pada
basuhan pertama saja. Dalam artian, ketika membasuh anggota wudu’ sebanyak tiga
kali, maka basuhan pertama saja yang bisa menjadi air musta’mal. Untuk
basuhan selanjutnya tidak bisa dikatakan musta’mal.
Imam Ad-Dumyathi (Sayyid Abu Bakar), dalam kitabnya, I’anah
Ath-Tholibin Juz 1/28, menyebutkan bahwa air musta’mal memiliki
syarat-syarat tertentu, yaitu:
واعلم ان شروط الاستعمال اربعة تعلم من
كلامه قلة الماء واستعماله فيما لا بد منه وان ينفصل عن العضو وعدم نية الاغتراف
في محلها
Wa’lam anna syuruthal isti’maali arba’atun, tu’lamu
minkalamihi : qillatulma’I wasti’maluhu fima la budda minhu wa an yanfahila
‘anil’udlwi wa;adamu niyatil ightirofi fi mahalliha.
Ketahuilah, bahwa syarat-syarat air musta’mal ialah ada
empat, yaitu; air sedikit, digunakan untuk melakukan hal yang wajib, sudah
terpisah dari anggota tubuh, tidak ada niat ightirof (menggunakan tangan
sebagai alat mengambil air)
Dalam keterangan tersebut, tidak jauh berbeda dengan yang
disampaikan Imam Nawawi Al-Banteni. Hanya saja dua yang terakhir dariempat
syarat tersebut tidak dibahas oleh beliau. Artinya, air dikatakan musta’mal
menurut Ad-Dumyati ketika memenuhi empat syarat tesebut.
Pertama, air sedikit. Dalam artian volume air tidak sampai dua qullah (lima
ratus rithl). Dua qullah menurut ukuran Indonesia adalah sekitar
270 liter (Syekh Wahbah Az-Zuhaily). Ketika kita berwudu’ atau mandi, kemudian air
yang ada pada anggota menetes pada air tersebut, maka jadilah air musta’mal.
Akan tetapi, ketika volume air melebihi batas minimal, maka tetesan air dari
anggota tidak dapat menjadikannya air musta’mal.
Kedua, digunakan untuk basuhan wajib. Dalam artian digunakan pada anggota
wudu’ atau mandi yang wajib dibasuh. Seperti halnya membasuh muka, membasuh
kedua tangan, dan lain-lain. Jadi, ketika air digunakan untuk hal yang sunah,
misalkan mengulang basuhan sampai tiga kali dalam satu anggota, maka hal
tersebut tidak berpengaruh pada status air. Dalam artian tetap suci dan
menyucikan.
Ketiga, terpisah dari anggota tubuh. Dalam artian air tersebut sudah menetes
atau mengalir dari anggota wudu’ atau mandi. Jadi, air yang masih melekat pada
anggota badan tidak bisa dikatakan musta’mal.
Keempat, tidak berniat untuk menjadikan tangan sebagai alat mengambil air
(gayung). Niat ini bagi yang mandi wajib adalah setelah berniat untuk mandi dan bersamaan dengan
basuhan pertama pada anggota tubuh. Jika berniat setelah tangannya menentuh
air, maka air sedikit tersebut menjadi musta’mal. Bagi yang berwudu’,
niat ini waktunya setelah membasuh muka dan ketika ingin membasuh kedua tangan.
Jadi, walaupun tangan keluar-masuk pada air yang sedikit, ketika diniati
terlebih dahulu, ia tidak akan menjadikan air musta’mal.
Jadwal Nubdah
JADWAL TES KENAIKAN JILID NUBDATUL BAYAN
PONDOK
PESANTREN MAMBAUL ULUM PUTRA
GANDING SUMENEP
TAHUN
2016-2017
NO
|
PESERTA TES
|
JILID
|
PENGUJI
|
TEMPAT
|
1
|
MOH. Rofi’e
Akid
Aziz
Nurul Yaqin
Syamsul Arifin Rpg
|
I
|
Ust. HASAN BASHRI
|
AREA PONPES. MAMBAUL
ULUM GANDING
|
2
|
Al-Farisi
ABD. Hamid
Ahmad faqih
Ghufron
|
Ust. ABD. RAHIM
|
||
3
|
Ariyanto
MOH. Su’e
Imam Ghazali
Khoir
Iklin
|
II
|
Ust. KHAIRUL UMAM
|
|
4
|
Sulaiman
Ishomuddin
Khairuddin
Fahrur Rosi K
|
Ust. MAS’ODI
|
||
5
|
Nailur Rahman
Masduki
Ahmad Syaiful
Musyfiki
|
Ust. MOH. ROMSI
|
||
6
|
MOH. Niagara
Suhri
Rizqi
Erik
Rois
|
Ust. MOH. SUNNI
|
||
7
|
Heriyanto
Rizqi Rimansyah
M. Taufan
M. Rofiq
Shofi
Mahfudz RPG
|
III
|
Ust. Ach. MAHFUDZ
|
|
8
|
Zainuddin
Ainur Rahman
Fahrur Rosi TB
Kholidi
Ufiq Uswari
|
Ust. SYAFIQURRAHMAN
|
||
9
|
Fiqih Maulidi
MOH. Hamdi
Baiturrahman
Robet Fuadi
Naufal Maulana
Syamsuri
Ubaihadi
|
IV
|
Ust. SIROJUL MUNIER
|
|
10
|
Nurul Musthafa
Ach. Faisol GLK
Taufiqurrahman
MOH. Rofik Rjn
Faisol You
Mulyadi
Shodiq
Rizal Fauroni
|
V
|
Ust. ABD. WAFI, S.Pd.I
|
Ganding, 16 Oktober 2016
Pendidikan
AHMAD
MAWARDI IMRON
HARI SANTRI ; Sebuah Persembahan Istimewa di Penghujung Tahun 2017
PCNU Sumenep kembali
hadir memeriahkan hari santri (22 Oktober) dengan berbagai kegiatan dan
perlombaan yang melibatkan masyarakat dan pesantren sekabupaten. Ini
menunjukkan bahwa PCNU Sumenep sangat antusias menyambut hari santri dan ikhlas
mengabdi pada negeri lewat kegiatan dan perlombaan yang diadakan.
Kami, masyarakat
sekaligus santri di Kabupaten Sumenep menyambut bahagia adanya kegiatan
tersebut. Kami akan coba unjuk kemampuan diri dan bersaing dengan
pesantren-pesantren yang ada di kabupaten sumenep. Predikat sebagai pesantren kecil tidak menjadi penghalang untuk
meraih juara bersama pesantren-pesantren besar.
Kuantitas santri di PP.
Mambaul Ulum Ganding bagi kami bukan satu-satunya barometer kemajuan pesantren,
tapi kualitas santri dan pesantrennyalah yang menjadi pijakan. Kami akan
jadikan ajang perlombaan ini sebagai motivasi untuk lebih giat lagi belajar.
Juara bukanlah target utama, tapi berani tampil bersaing adalah wujud yang di
damba.
Kami tidak mau hanya
disebut santri yang “bagai katak dalam tempurung”. Kami ikut lomba untuk
mengasah kemampuan diri dan mengadopsi kemampuan dari peserta yang lain. Kami
sadar, di atas langit masih ada langit lagi. Pesantren tempat kami nyantri
sangat bangga dikala santrinya ikut ajang perlombaan meski juara tidak bisa dipersembahkan.
Akhirnya, kami dapat
menguasai perlombaan. Kami menyabet dua sekaligus dalam kategori perlombaan
baca kitab kuning. Dalam masing-masing kategori kami mampu menjadi juara kedua
dan ketiga. Alhamdulillah, air mata
bahagia membasahi tempat sujud syukur kami. Kami seakan-akan tidak percaya pada
kenikmatan Tuhan ini. Kami menjadi pesantren terbanyak menyabet juara dalam
bidang baca kitab kuning. Ternyata nama asing pesantren kami di mata juri
justru membuat peserta yang lain
bertanya-tanya seraya kurang percaya. Sama sekali tidak ada yang mengenali
pesantren kami. Bahkan ada yang berkata
“ternyata di daerah terpencil itu ada pesantren kalian ya?” Kantor PCNU
Sumeneplah yang menjadi saksi bersejarah itu.
Kunci keberhasilan kami
adalah restu dan doa pesantren, bukan semata-mata kemampuan yang dimiliki. Hasil
yang kami raih di Tahun 2017 ini sama sekali tidak membuat kami berbangga diri,
justru menjadi tantangan besar bagi kami kedepannya. Karena meraih predikat
juara itu jauh lebih mudah daripada mempertahankannya. Intinya kami terus
belajar, terus ngaji, dan terus mengabdi.
Seuntai Kata Siswi MA Mambaul Ulum Ganding
THAYYUN NISA’
(I)
Perjalanan hidup memang berliku-liku dan penuh dengan cobaan.
Mungkin dengan cobaan-cobaan itu bisa menjadi awal dari kesuksesan untuk
menggapai apa yang selama ini kita perjuangkan.
Dalam kehidupan yang kita jalani memang tidak akan pernah lepas
dari yang namanya ujian. Ujian tersebut bukanlah sebagai pelemahan terhadap
jiwa kita, namun merupakan sebuah testimony untuk meraih predikat yang lebih
tinggi. Allah SWT. Berfirman dalam Surat Al-Baqoroh ayat : 155 ;
Artinya: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Saudari kita yang satu ini secara tidak langsung mengajak yang lain
untuk sabar ketika ditimpa musibah atau cobaan. Sungguh kenikmatan yang tiada
tara bagi mereka yang sabar.
Dalam
Tafsir At-Thobary disebutkan bahwa sabar itu terbagi dua, yaitu (1) sabar untuk
tidak melakukan maksiat kepada Allah (para mujahid). (2) Sabar dalam melakukan
ketaatan kepada Allah (Ahli Ibadah). Ketika dua bentuk kesabaran ini kita
miliki, maka Allah SWT. Akan memberikan sifat lapang dada (ridla) kepada kita. Ciri-cirinya
bahwa kita sudah ridlo adalah tenangnya hati saat terbesit dalam jiwa tentang
perkara yang dibenci dan disenangi.
Adapun
menurut Ustadz Abu Ali ketika mengomentari tentang sabar, “batas sabar
itu tidak menyalahkan takdir yang menimpa dirinya, bukan berarti ketika
menampakkan ujian pada orang lain dapat
menghilangkan kesabaran kecuali dibarengi dengan rasa mengeluh”.
(II)
Merasa nyaman dan bahagia bersama seseorang tidak bisa dibeli dengan
uang dan harta benda
Bahagia itu tidak
harus kaya, karena ternyata banyak orang kaya yang tidak bahagia. Buktinya
tidak sedikit yang stres dan bunuh diri dari golongan orang yang ber-uang. Bahagia
juga bukan karena memiliki pasangan yang ganteng atau cantik, karena banyak
yang pisah ditengah jalan padahal sama-sama ganteng dan cantik. Bahagia
juga bukan karena memiliki jabatan tinggi, karena faktanya banyak para pejabat
negara yang masuk jeruji besi.
Bahagia bukan terletak pada materi, melainkan ia terpatri dalam
hati. Raga boleh miskin, tapi hati harus kaya. Pasti akan bahagia. Kaya dengan
ilmu, sabar, dan berjiwa anfa’uhum lin-nas. Bahagia itu dapat hidup
bersama dengan orang tercinta, baik keluarga ataupun sanak family dan kerabat
serta tetangga. Sekali lagi, percuma ketika uang banyak tapi sebulan sekali
baru ketemu anak. Sibuk di luar kota atau luar negeri selalu menjadi alasan
untuk memasrahkan anak pada pembantu. Atau suami kerja jadi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) sedangkan istri bersolek ria bukan untuknya, melainkan untuk
tetangganya.
Sekali lagi kebahagian hidup bersama dengan orang yang kita cintai
itu tidak bisa ditukar dengan intan
permata. Maka dari itu, sebagaimana pesan di atas utamakan keluarga. Jangan
sibukkan dengan emosi diri.
(III)
Lebih
baik menderita
di atas kejujuran daripada bahagia di atas kebohongan
Sebenarnya maksud kalimat di atas bukan secara hakikat, itu hanya majaz
mursal dengan I’tibar Ma Kana. Untuk bahagia memang butuh
perjuangan, dalam artian harus menderita terlebih dahulu. Tidak mungkin
tercapai cita-cita (untuk hidup bahagia)
jika hanya main-main dengan angan. Salah satu kunci kebahagian yang sejati
adalah jujur dalam segala aspek walaupun kadang seakan-akan berbuah mengkudu ;
pahit. Bahagia yang berawal dari dusta itu hanya semu belaka. Madu di awal,
racun di akhir.
Buktinya saat kita berbohong ketika melakukan suatu kesalahan
karena takut dihukum, selamatnya hanya sementara. Setiap detik pasti selalu dipocongi
rasa bersalah atau tidak tenang. Padahal maksudnya agar selamat, tapi malah
semakin jelimet. Berbeda dengan orang yang jujur atas kesalahannya. Anggap saja
ia menderita saat mengaku, tapi setelah itu ia akan merasa lega karena sudah
tidak ada rasa beban bersalah lagi yang bercokol di hatinya.
Dua hal ini (antara dusta dan jujur) tidak luput dari perhatian
Rasulullah SAW. Beliau dalam beberapa kesempatan senantiasa menyinggung masalah
kejujuran. Sebagaimana hadist yang termaktub dalam Kitab Makarimal Akhlaq,
karangan Syaikh Abdullah Bin Muhammad Abu Bakar Al-Qurasyi Hal. 120 :
قَالَ عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ
فَإِنَّهُ مَعَ الْبِرِّ وَهُمَا فِي الْجَنَّةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّهُ
مَعَ الْفُجُوْرِ وَهُمَا فِي النَّارِ
Nabi Bersabda : wajib atas kalian untuk berkata jujur, karena ia
akan senantiasa bersama dengan kebaikan dan keduanya akan berada di surga. Dan
takutlah untuk berbuat dusta, Karena hal itu dapat mendatangkan kehancuran dan
keduanya ini akan berada di neraka.
Langganan:
Postingan (Atom)